Jumat, 10 September 2010

My Love Statement :)

Okay, so I give this wonderful statement to one guy, that i love soooo much, *for now and on maybe*. And the statement goes like this.

"I like you…its true…but not as an ordinary boy or man but as an incredible man. I don’t really know you a lot, because, we are pratically haven’t meet at all. And never really have a wall and talk face-2-face.
But, you know…
I always true, when it comes to judging “What a great Man/Woman H/She is?”
And I always know, which one has a good enough personality to protect his girl from being hurted by anybody….
And, what a fool I am. Three times fall in love with that great guy and Three times TOO I fall over that love peak. J Broken hearted.
But, I always smile. Because, you know, I loved to see this guy smile.
I don’t need him for me…but I wanna see him, protecting the girl he loves.
J
Whenever he sad, I will always be there for him…
Maybe Im not pratically BE THERE with him, but I will try …as hard as I can, to make him happy. J

I always like this. I am not so great about falling in love because I always fell for the wrong guy. Still, I know Mr.right is right there some where..maybe its you..or the other guy…but whoever it is, it doesn’t change the fact that I love you and your great personality as far as I’ve seen them.

Maybe after this, you wont see me too often, you know what I meant…I really happy to see you jump over around just because of her call…that’s the prove that you are worthy. To receive my nice juicy lovely and full of narcissism Love. J And I don’t want to break it too the pieces. So its better for me to calm my heart down for a little bit. ^^ Am I right?"
I hope, :) Something good will happen to me...

My Dooddy-O-Lala Love's Experiences !


This is my statement :

I like you…its true…but not as an ordinary boy or man but as an incredible man. I don’t really know you a lot, because, we are pratically haven’t meet at all. And never really have a wall and talk face-2-face.
But, you know…
I always true, when it comes to judging “What a great Man/Woman H/She is?”
And I always know, which one has a good enough personality to protect his girl from being hurted by anybody….
And, what a fool I am. Three times fall in love with that great guy and Three times TOO I fall over that love peak. J Broken hearted.
But, I always smile. Because, you know, I loved to see this guy smile.
I don’t need him for me…but I wanna see him, protecting the girl he loves.
J
Whenever he sad, I will always be there for him…
Maybe Im not pratically BE THERE with him, but I will try …as hard as I can, to make him happy. J

I always like this. I am not so great about falling in love because I always fell for the wrong guy. Still, I know Mr.right is right there some where..maybe its you..or the other guy…but whoever it is, it doesn’t change the fact that I love you and your great personality as far as I’ve seen them.

Maybe after this, you wont see me too often, you know what I meant…I really happy to see you jump over around just because of her call…that’s the prove that you are worthy. To receive my nice juicy lovely and full of narcissism Love. J And I don’t want to break it too the pieces. So its better for me to calm my heart down for a little bit. ^^ Am I right?

Love. :)

Love Never Fails ~Great Love's Story~


Pernah menonton film yang berjudul "Love Never Fails"? 
Film ini benar-benar amat menyentuh sekali. Sebuah kisah kesaksian dokumentasi mengenai seorang aktor Singapura yang baru menikah seminggu, dan kemudian aktor ini menderita kanker pada hidungnya.Bisa dibayangkan bagaimana penderitaannya dan juga istrinya ketika itu. Pertama kali mendengar pernyaaan dokter ia menderita kanker, dia sangat shock. Dia harus menjalani perawatan radiasi untuk mematikan sel kanker. Tetapi perawatan itu juga akan mematikan sel-selnya yang normal. Bahkan setelah menjalani radiasi, untuk minum saja merupakan sesuatu yang sangat sulit baginya.

Istrinya berdoa setiap pagi, siang dan malam. Suatu hari ia ingin makan dan meminta tolong kepada istrinya. Dan ia sangat kesakitan karena hal itu. Istrinya tidak dapat berbuat apa-apa. Istrinya berdoa, "Tuhan, Engkau adalah Tuhan yang dapat melakukan mukjizat. Dapatkah Engkau menolong kami?"Kemudian tiba-tiba dia teringat ayat mengenai Laut Merah. Ketika itu, sang aktor melihat tangan Tuhan, memegang tangannya dan membimbingnya mengambil gelas susu yang besar, kemudian dia dapat meminum segelas susu hingga habis tanpa rasa sakit. Sungguh Kuasa Allah nyata atas doa dari istrinya.

Hingga saat hasil dari dokter keluar, hasilnya sangat tidak baik. Karena tumor menjadi ganas dan mulai menyerang mata kiri dan otaknya. Tumor ini sangat agresif dan dokter menyatakan hidupnya tinggal 3 bulan lagi.Perlahan-lahan, tumor mulai merusak muka dan rambutnya. Sang istri sangat kuatir bila suaminya menjadi patah semangat dan meninggalkan Tuhan. Tetapi suatu hal yang luar biasa, sang suami tetap setia kepada Tuhan. Dia mengerti bahwa Tuhan mengasihi dia dan dia percaya akan hal itu. Bahkan ketika dokter meninggalkan ruangan, dia berkata kepada istrinya, "Alice, Alkitab berkata bahwa hidup kita ada di dalam tangan Tuhan bukan di tangan dokter. Tuhan belum menghendaki saya untuk pergi. Saya tahu Tuhan masih menginginkan saya untuk mengalami pengalaman yang lebih lagi bersama-sama dengan Dia." Sungguh suatu pernyataan yang amat luar biasa dengan kondisi wajah yang sudah berantakan dan hidup yang tinggal sebentar lagi.Dia selalu mengatakan, "Saya masih mempercayai Tuhan. Saya percaya kepada Tuhan kita Yesus Kristus 100%." Tuhan mengasihi tanpa batas. Dia Allah yang luar biasa dan hebat. Itulah yang menjadi sumber kekuatan baginya.


Dia mulai bersaksi atas segala kasih Tuhan kepadanya dengan wajahnya yang semakin hari kian memburuk didampingi oleh istrinya yang terus setia mendampinginya. Bagaimana di dalam segala kesakitan dan penderitaannya untuk tidur, makan dan aktifitas-aktifitas lainnya, dia merasa Tuhan tetap mengasihi dia. Setiap dia mulai putus asa, dia selalu berdoa dan minta kekuatan kepada Tuhan untuk berbicara kepadanya.Ketika dia membuka alkitab, Tuhan memberikan kekuatan dengan ayat dari Yosua 1:9, "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, jangan kecut dan tawar hati, sebab Tuhan Allahmu, menyertai engkau kemanapun engkau pergi".Pernah suatu hari dia bertemu dengan orang yang belum mengenal Yesus. Dengan wajahnya yang memburuk dan mata yang hampir tidak dapat dibuka, dia masih menyapa orang itu dan berkata, "Apakah Anda pernah mendengar tentang Yesus?"Dengan kanker yang menyerangnya, dengan kesakitan yang dimilikinya, dia tetap selalu membagikan bahwa "Yesus mengasihimu!"???


Pada tahun 1995 saat tahun baru Cina, mereka kembali ke Singapura. Dan dia bertanya kepada istrinya, "Tahukah kamu kenapa saya kembali ke Singapura? Kamu pasti berpikir karena saya merindukan orang tua saya. Tetapi sebenarnya tidak. Saya kembali untuk memberitahukan bahwa ‘Tuhan mengasihi mereka, mereka tidak tahu hal itu.'". Istrinya tahu bahwa dia kembali hanya untuk menyelesaikan tugas yang Tuhan berikan kepadanya.Sesampainya di Singapura, dia berkunjung ke keluarga, saudara dan teman-temannya untuk mengatakan bahwa Tuhan mengasihi mereka. "Ketika saya dalam keadaan tertekan dan jatuh, saya membaca Alkitab. Dan dengan mendengarkan firman Tuhan dan berbicara tentang Tuhan, saya sungguh merasa mendapatkan kekuatan."Dia selalu memberitakan injil dengan semangat dan penuh pengucapan syukur kepada Tuhan. Mengatakan Tuhan tidak pernah berubah. Itu benar!! 

Dia selalu bersyukur memiliki seorang istri yang baik.Bahkan dokter yang merawatnya pun begitu heran dengan kekuatan dari istrinya yang dapat melebihi kekuatan tiga suster full time di rumah sakit dalam merawat suaminya. Istrinya ini menjaga suaminya, menyiapkan makanan, membersihkan luka-lukanya dan hanya tidur di kursi untuk menjaga suaminya.Suatu kenyataan bahwa ‘seseorang' yang diberikan Tuhan untuk kita, akan mendampingi kita selamanya. Dan ketika bersandar kepada Tuhan, DIA akan memberikan kekuatan itu. Ketika istrinya melihat kesehatan suaminya semakin merosot dan wajahnya semakin mengerikan, setiap saat istrinya memeluk dia. Istrinya tidak pernah merasa takut.Istrinya berkata, "Setiap saya melihat wajah suami saya, saya melihat kasih Yesus terpancar dari wajahnya. Dari dirinya saya melihat Yesus. Setiap saya melihatnya, saya selalu ingin mencium dia. Saya sungguh-sungguh merasakan bahwa perkawinan yang Tuhan berikan sungguh merupakan suatu anugerah terbesar yang pernah Tuhan berikan yang menyatukan kami menjadi satu. Saya belajar banyak sebagai seorang istri.

Dalam suatu kejadian, ketika sang istri melihat suaminya, dia menangis kepada Yesus. Dan sang istri berkata, "Tuhan, kehidupan ada di dalam tangn-MU. Tuhan, Ralph adalah milik-Mu, bukan milikku. Engkau mengasihinya lebih dari saya mengasihinya. Saya bersyukur karena Engkau mengasihinya. Berbelas kasihanlah ya Tuhan. Berikan kekuatan kepadaku untuk dapat melalui saat-saat ini."Di dalam kesusahannya, sang istri sering menyanyikan lagu ini yang selalu memberikannya kekuatan untuk terus memuji-muji Tuhan.
Let us sing to the Lord a new song
Sing to the Lord all the earth
Sing to the Lord
Praise His name
Proclaim His salvation day after day.... hey
Declare His glory among the nationsHis marvelous deeds among all peoples
For great is the Lord and most worthy of praise
He is to be feared above all gods... above all gods

Satu keyakinan dari sang istri bahwa suaminya berada di surga. Dia tidak mati, dia hanya tidur dan telah bersatu dengan Tuhan. Di sana tidak ada lagi kesakitan. Yang ada hanyalah kasih Tuhan.

Satu lagu favorit dari Ralph yang selalu dinyanyikannya :
The Lord is my strength my strength
The Lord is my strength in times of trouble
The Lord is my help my help
The Lord is my help, an ever present help
The Lord is my refuge my refuge
The Lord is my refuge and my heart is steadfast
God is my strength and my help
Only God Himself is my refuge

Dari kisah di atas kita dapat melihat seorang yang begitu amat mengasihi Yesus. Bahkan di dalam kesakitan, penderitaan dan apapun yang terjadi di dalam hidupnya, dia selalu dapat bersyukur dan bersyukur atas segala kebaikan Tuhan. Dia selalu meyakini bahwa Tuhan selalu mengasihinya.Dia menganggap segala penderitaan yang harus dijalaninya, dipakai Tuhan untuk memberkati sesamanya. Melalui kesaksian dirinya, banyak orang yang merasa dikuatkan. Bahkan seluruh keluarganya pun akhirnya menerima Kristus sebagai Juru Selamat. Nyatalah bahwa "dibalik suatu penderitaan yang berat pun, ada rencana Tuhan yang telah disediakan. Dan rencana Tuhan amat sangat indah".


::Saat mendengar kisah ini, saya menangis. Betapa seorang manusia bisa percaya bahwa Yesus amat mengasihinya bahkan di kondisi yang sangat tidak memungkinkan untuk berkata, "Tuhan Yesus baik."Luar biasa. Tuhan, aku ingin menjadi seperti orang ini.:Aku juga ingin menjadi seperti Istrinya yang sungguh-sungguh mengasihi suaminya dengan cinta kasih yang tulus. Aku ingin menjadi seperti Istrinya yang terus menerus mengasihi suaminya bahkan dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk disebut 'Ganteng' atau 'Kaya'. Tuhan berikanlah Kasih Yesus itu, dan biarlah itu memenuhi hatiku dan menjadi Gaya Hidupku. AMIN.:

Kamis, 09 September 2010

Love Dare - 1. KASIH ITU SABAR

Well, hari ini adalah Hari Raya Idul Fitri.

Dan, ketika pulang dari sungkeman ke rumah saudara, Aci ngeliat status salah seorang sahabat Aci.
Tulisannya : "Love Dare_Hari 1_Kasih Itu Sabar.

Setelah comment-comment-an beberapa saat, akhirnya aci memutuskan untuk melakukan apa yang dia lakukan. Hehehhee...
Jadi programnya itu ada 40 hari dan ini baru hari pertama. Mau liat gimana aci menyelesaikan 40hari ini. Hmmm, ujian yang berat, tapi pasti aci bisa. Karena di dalam hatiku ada Kasih Yesus. Hihihhi.. Sipplaahh!
:)

Komitmenku !

Well, Sudah hampir sebulan aku mulai mengambil keputusan untuk menjomblo.
Mengapa?
1. Mungkin karena aku udah lelah, karena aku mengetahui motivasi sebagian lelaki yang mau dekat denganku.
2. Mungkin karena aku sudah muak, karena aku mengetahui MENGAPA lelaki TAK mau berada dekat denganku.

3. Aku mendapati bahwa bersenang-senang bersama teman-teman baruku sesama Buddy Coordinator (Semacam program permentoran) adalah hal yang dapat menyukakan hatiku, dan itu memang benar-benar asik sekali.

Jadi, intinya, aku sekarang lebih memilih sendiri.

Kadang aku merasa lucu dengan diriku. Di saat-saat ornag bersenang-senang, gonta-ganti pacar, aku malah serius pacaran. Berharap ini sampai ke jenjang pernikahan. Tapi saat orang serius, mencari pasangan hidup aku malah pengen sendiri.
Yahh, jangan salahkan aku, salahkan pengalamanku. Huff! *sombong*
Hahahaha!

Lalu, selama menjomblo inipun aku bukannya hanya menikmati masa jombloku tapi juga mengambil waktu untuk sendiri. Melihat ke masa lalu. Melihat letak-letak kesalahanku. Mengapa dulu aku begini mengapa aku begitu? Dan, kalian tahu, aku mendapati bahwa melihat ke masa lalu bisa sangat memuakkan jadi aku sarankan kalian tidak melakukannya di saat kalian depresi. Well, ini tergantung masa lalu kalian seperti apa sih, karena meskipun aku tidak mengatakan dengan lebay bahwa masa laluku menyakitkan, aku melihat memang benar ada banyaaakk sekali orang yang lebih beruntung dariku. Dan aku berharap mereka tidak menraung-raung seakan hidup mereka sudah mau berakhir.

Aku juga berdoa. Berdoa kepada Tuhan. Karena aku jadi teringat aku dulu pernah berdoa meminta pasangan hidup kepada Tuhan. Dan aku melupakannya. Karena itu sekarang aku berusaha memintanya lagi kepada Tuhan. Kalau aku sedang tidak dalam masa penggunaan obat pasti aku sekarang udah puasa.

Terus....apa lagi ya..
Yahh, aku mau bilang aja buat kalian yang kayaknya ngebet banget pacaran, jangan seperti aku. Saking inginnya pacaran pada akhirnya siapapun yang datang langsung dicaplok. Yahhh aku gak begitu sih, maksudku jangan sampai kayaknya asal pacaran sama siapa aja ga masalah gitu. Ntar nyesel. :)

Karena aku percaya semua ada masanya, dan kita semua pasti mendapatkan yang terbaik yang dari pada Tuhan.

Aku sekarang sedang dalam komitmen khusus dengan Tuhan, dalam tempo waktu yang tidak ditentukan. Bisa saja berakhir besok atau lusa, tapi dalam masa-masa inilah aku ingin melihat semua hubungan dari sudut luar. Dan, aku ingin berusaha mengembangkan diriku. Tidak cukup seperti yang sekarang. Ingin jadi lebih, jadi lebih, jadi lebih lebih dewasa lagi. Ingin jadi wanita yang bijak yang melihat hidup ini seperti yang Tuhan inginkan.

Aku akui, aku masih jauh dari tingkat itu, karena itulah aku akan tetap berusaha. :)

Okay, see you next time Guys.
Mau silaturahmi dulu ke tempat keluarga yang merayakan.

Buat yang merayakan Hari Raya Ied ini, Selamat merayakan Hari Kemenangan.
Biarlah ini menjadi langkah baru ke depannya, dan semoga kesalahan Aci di masa lalu bisa dimaafkan.
:)
*Aci Kristen tapi sejauh ini Aci bangga karena Aci bisa menghormati semua umat beragama di muka bumi ini.
Guys, Buat sahabat-sahabatku, saudara-saudaraku yang umat Muslim, sekali lagi
Selamat hari Raya Idul Fitri 1431H Minal Aidin Wal Faidzin Mohon maaf lahir dan batin.
^^

Dan hasilnya?

His and Her Circumstances


Chapter  XII : Let’s Back To The Very Beggining!!(Can We Kiss Again??)

“Jangan lupa selalu minum pil zat besinya. Darah dalam tubuhnya memang telah dipulihkan dengan donor tapi tetap, masih belum stabil. Maka, zat besinya harus terus diperhatikan...Lalu.......” suara dokter yang menangani Terrant terus terdengar sementara Renna tampak tak peduli. Yang dipikirkannya hanyalah bahwa Terrant sekarang telah keluar dari rumah sakit. Kini mereka berdua dapat memulai semuanya kembali.
Di apartemen Terrant,
“Renna...” ujar Terrant lembut sambil memalingkan tubuhnya. “Aku...aku...gak selingkuh...Aku saat itu hanya..hanya...”
Tanpa menunggu ucapan yang lebih jauh lagi Renna memeluk Terrant sambil berkata lirih, “Aku tahu...Aku tahu....Aku percaya kamu,....bahkan lebih dari diri kamu sendiri.”
Terrant yang terdiam memaku...berpikir betapa cewek yang satu ini sangat berharga bagi dirinya. Sangat berharga melebihi apapun, tapi tetap tidak melebihi Tuhannya. Tuhan Yang Maha Besar, yang telah mempertemukan dia dengan penolongnya. Ya, gadis yang sangat baik, manis memang, tapi alasan yang lebih penting bahwa dia menjadi yang terpenting adalah karena dia baik.
“Renna..mungkin aku gak pantas untuk ini...tapi,maukah kau menikah denganku dan menjadi pendamping hidupku...selamanya?”
Renna melepaskan pelukannya dan menatap Terrant dalam-dalam.
“Sayang,...banyak hal yang telah kita lalui bersama. Bunga-bunga mawar yang kau berikan menjadi saksi bisu akan kebahagiaanku bahwa aku telah menjadi milikmu. Atap gedung sekolah pun telah menjadi saksi bisu cinta kita, bahwa setiap minggu kau selalu meneriakkan sayangmu padaku...” Renna terdiam, sedangkan muka Terrant memerah.
“Tapi, peristiwa yang paling penting dalam hubungan kita adalah ketika kau menyadari kenyataan bahwa kemarahanku kepadamu adalah hal yang paling menakutkan sehingga kau berbohong, bukan kepadaku, tetapi kepada hati nuranimu sendiri, lalu kau tidak kuat menahan kebohongan itu lalu menamparku....”
Terrant total membisu. Seakan pikirannya telah dibaca habis oleh Renna. Ia malu karena teringat kesalahan yang telah ia lakukan pada Renna.
“Kau tahu,....bahkan bila semua hal buruk yang telah kau lakukan padaku itu dijadikan satu, kau tetap kekasihku, kau tetap Terrantku, dan aku mau mendampingimu seumur hidupku....” Renna mengakhiri kalimatnya dengan ciuman. Ciuman yang paling manis yang pernah dia berikan. Ciuman yang paling lembut yang telah diterima oleh Terrant. Sesaat Terrant terdiam dan melepaskan diri. Namun, ia tak dapat membendung perasaannya lagi,~bahwa ia sangat menyayangi gadis yang ada di depannya ini, yang baru saja menciumnya~maka ia balas mencium lagi.

Malam itu, Renna dan Terrant kembali jadi mahasiswa lagi...Kembali menjadi mereka yang dulu lagi. Kembali lagi ke awal daripada awal pertemuan mereka. To the very, very beginning....TAMAT.

His and Her Circumstances


Chapter XI : Can We Call This A Happy Ending? (His Circumstances)


Biip...Biip...Bunyi peralatan rumah sakit masih mendengung.
Terrant perlahan membuka matanya. Ia merasakan sakit yang luar biasa di seluruh tubuhnya. Rasanya seperti ditonjok beratus-ratus kali. Ia bangun dan melihat peralatan medis di seluruh tubuhnya menempel. Ketika ia menggerakkan badan berusaha melepaskan semua peralatan yang asing baginya itu, ia menyadari ia tak sendiri di ruangan itu. Sikutnya menyenggol sesuatu. Kepala seseorang yang berambut tampaknya.
Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, memperjelas penglihatannya, lalu melihat Renna sedang tertidur di pinggir ranjangnya dengan kepalanya ditelungkupkan dengan memiringkan salah satu pipinya  kedalam kedua tangannya yang disilangkan.
Tanpa sadar, Terrant memegang rambutnya. Mengingat. Berapa lamakah,  terakhir kali ia membelai rambut ini dengan lembut. Lalu, ia menyentuh pipi gadis yang telah diusirnya dari apartemennya itu. Berpikir, tampaknya. Berapa banyak air mata yang telah berlinang melewati pipi ini. Khususnya air mata yang disebabkan oleh dirinya.
Lalu, ia menarik tangannya dari tubuh gadisnya. Tak berani menyentuh lebih jauh. Atau ia hanya akan lebih menyakiti gadisnya yang masih sangat dicintainya itu. Begitu pikirnya. Ia tidak tahu, betapa penting dirinya bagi gadis yang kini kepalanya terbaring di tempat tidurnya di rumah sakit itu. Betapa penting dirinya hingga gadis itu rela menungguinya selama ia ada di rumah sakit.
Ia merasa sangat berdosa dan sangat tak pantas baginya menyentuh gadis yang suci itu. Ia mengepalkan kedua tangannya. Ia berusaha menahan tangisnya tapi tak mampu. Ia menggenggam tangannya lebih keras, sampai-sampai tak sadar telapak tangannya berdarah. Air matanya terus mengalir. Ia tak bisa menahannya. Ia menangis tanpa suara. Tangisan yang keras sebenarnya. Tapi, tanpa suara. Bahunya bergerak naik turun dengan kencang sekali.
Air matanya jatuh ke pipi sang gadis yang tertidur di sisi tempat tidurnya. Dan, Renna pun terbangun,...terkejut. Ia melihat kekasih yang selama ini ditungguinya sudah sadar. Tanpa banyak bicara, ia bahkan tak sadar Terrant menangis, ia langsung memeluk Terrant. Sangat erat.
“Sa...yang” kata Terrant dengan suara begetar. “Ma~afkan akuu~...!”
Renna melepaskan pelukannya dan tersenyum.

His and Her Circumstances


Chapter X : This Isn’t  The Memory That I Couldn’t But I Don’t Want To Remember...But I Do (His Circumstances)

“Rennaaaaaaaaa!!! Aku sayaaang kamuuuuuu!!! Ini sudah seminggu sayaang!!!” ujar Terrant yang masih tingkat 4 di atas atap kampusnya.
Di bawahnya, orang-orang menatap heran. Ada yang menggeleng-geleng kepala sambil tersenyum. Dosen yang melihat itu tercengang hingga setumpuk buku yang dibawa terjatuh. Di bawah sana, di tempat orang terkesima, ternyata subjek yang dituju pun terkejut setengah mati. Kawan-kawannya tertawa-tawa melihat keromantisan pacar teman kesayangan mereka itu. Mereka menggoda Renna yang masih terkejut dengan pernyataan yang romantis sekaligus memalukan itu.
Di atas, Terrant tersenyum ketika menangkap sosok gadisnya di bawah sedang memasang tampang yang aneh. Seperti sedang terkejut tapi, senang, sekaligus tersipu. Waduh, tuh, muka gak ribet pasang ekspresi kaya’ gitu? Pipi Renna tampak bersemu merah karena digodai teman-teman di sekelilingnya yang tadi ada di situ menyaksikan peristiwa yang sangat jarang sekali terjadi itu.
Sungguh cantik gadisku, pikirnya tersenyum.
Tiba-tiba semua buyar, bagai tersedot ke sebuah titik tertentu.
Terrant terkaget dan tiba-tiba, muncul warna-warna baru. Hitam, kebanyakan. Lalu ada hujan. Seketika itu sekelilingnya menjadi dingin. Ia menggigil. Ia di kamarnya, tempat ia merenungkan segala kesalahannya, setelah ia mengusir Renna. Tangannya tanpa disadarinya mengambil pisau di dekat piring buah dan ia mengiris pergelangan lengannya.
Kembali semua buyar. Hening. Lama sekali Terrant berada dalam keheningan putih, ketika semua kembali. Bagai film yang sedang diputar dikepalanya. Muncul begitu saja ingatan-ingatan itu. Ketika ia pertama kali menyuapi Renna di sebuah restoran Itali dan betapa ia senang malam itu. Lalu, ketika ia melihat senyum Renna yang sangat cantik di kantin saat ia memberikan bunga mawar padanya.
Terrant berlari. Berusaha lari dari ruangan ingatan itu. Ia lari. Ia lari tak berhenti. Dengan sekejap, ia ditimpa beban yang begitu berat. Dan tiba-tiba, semuanya menjadi gelap.

His and Her Circumstances


Chapter IX : Sorry Beybeh, In Other World Maybe...(His and Her Circumstances)

Biip-Biip-Biip...
Bunyi peralatan dokter terus menyalakan sirinenya. Tanda seorang manusia masih hidup disini.
Seminggu setelah kejadian perkelahian hebat Terrant dan Renna, Terrant yang mengalami penyesalan yang mendalam mengiris pergelangan tangannya sendiri. Renna yang merasakan firasat buruk menyingkirkan semua gundahnya dan memberanikan diri menuju apartemen Terrant di hari yang sama, di waktu yang hampir bersamaan.
Renna terlambat....sedikit. Sedikit lagi saja sekarang Terrant tak berada di sini, tapi berada di tempat di mana tubuhnya yang kosong, tak berisi, tanpa jiwa, dikelilingi orang-orang yang bersedih karena ditinggalkannya. Peti mati. Tapi, tidak. Untunglah Renna tak terlalu terlambat untuk menyelamatkan Terrant dan membawanya ke rumah sakit.
Dua minggu sudah, Terrant dirawat di rumah sakit. Tak ada sanak maupun saudara yang mau menungguinya di rumah sakit. Terlebih orangtuanya. Mereka sibuk. Alasan klise. Begitulah memang orang tua Terrant. Dibutakan oleh uang, tak lagi memandang anaknya. Bahkan disaat anak mereka sekarat, mereka tak peduli. Mungkin kalau anaknya mati baru mereka menangis menyesali perbuatannya. Atau parahnya, mereka tak merasakan apa-apa sama sekali.
Dua minggu sudah, Renna duduk di sebelah Terrant. Bukan tak beranjak sama sekali. Tapi, semua perawat dan dokter yang berjaga di situ tahu, dalam dua minggu ini banyak waktunya diserahkan untuk menjaga Terrant yang masih belum terjaga.
“Sayang, kenapa kamu jadi begini...Kamu jangan takut...Aku gak percaya kok setiap ucapan kamu kemarin-kemarin. Aku percaya kok, kamu gak selingkuh. Percaya, lebih dari kamu mempercayai diri kamu sendiri.” Ujar Renna lirih. Tak berdaya. Tak bisa mengubah kenyataan di depannya terbaring kekasih hatinya. Orang yang telah mengusirnya. Orang yang mendorongnya jatuh. Orang yang dicintainya.
“Beyb, aku bakal nunggu kamu bangun. Sampe kapanpun.” Bisiknya terakhir sebelum ia tertidur, menggenggam tangan Terrant. “Kalo enggak, aku susul kamu...ke dunia sana...”

His and Her Circumstances


Chapter VIII : Regrets That He Takes – Second Part (His Circumstances)

Bego! Tolol! Kenapa bisa aku mengatakan itu padanya? Aku gak sadar! Padahal aku gak ingin mengatakan itu! Tapi, mulutku bergerak dengan sendirinya dengan ketakutanku akan kemarahannya. Matanya…Bibirnya…Mukanya! Aku gak mau! Aku gak bisa. Aku bener-bener nyesel melihat mukanya sedih! Dan, tangan ini! Tangan ini yang menamparnya! Menampar wajahnya! Apa yang udah aku perbuat! Aku…aku…menyakitinya! Aku mengusirnya! Aku….Aku….Argghhhhh!!! TUHAAANN!!!! Kenapa aku bisa melakukan ini padanya.
Terrant berjalan dengan gontai menuju tempat tidurnya. Menghempaskan dirinya sendiri. Mengingat kembali, sejak kapan hatinya seperi ini. Rusak! Sebenarnya dia tak pernah tidur dengan wanita manapun! Tak pernah! Betapa mengerikannya baginya wajah marah gadisnya hingga ia berbohong seperti itu.
Yang menggunakan kondom itu adalah teman-teman sekantornya. Mereka benar-benar membawa Terrant ke pergaulan yang buruk. Ketika baru kerja, mereka mengajak Terrant ke diskotik. Hal yang benar-benar tak ingin dilakukan Terrant. Tapi, dilakukannya juga karena dia takut dikira tak gaul. Banyak hal yang ditakutinya bila ia masuk ke diskotik itu terutama masalah hubungan dan perilaku. Dan,…dengan sukses pengaruh buruk itu masuk ke dalam dirinya.
Teman-temannya mengajarkan bahwa wanita dapat dengan mudah dicari di sini. Mereka juga mengajarkannya, jangan terlalu memanjakan wanita, nanti mereka besar kepala. Ada lagi ajaran mereka, selingkuh itu tak dilarang selama kau dapat dengan mudah menyimpannya. Tapi, kalau kau merasa tak bisa jangan, begitu kata mereka semua. Ia tak mau melakukannya, tapi tanpa sadar dilakukannya. Ia mulai berhenti mengirimkan sms sayang yang biasa dikirimkan pada Renna. Ia mulai berhenti mengirimkan sebuket mawar tiap minggu. Ia berhenti melakukan semua yang biasa dilakukannya untuk kekasihnya itu.
Berhenti. Ia mulai berpikir, hidupku ini juga sebaiknya berhenti saja.
Dan,…itulah yang dilakukannya setelah seminggu dalam kepedihan dan penyesalan,....mengiris pergelangan tangannya sendiri.

His and Her Circumstances


Chapter VII : The Broken Glass Shoes ( Her Circumstances)

Dua tahun kemudian, .... saat Renna sudah mulai kerja…
“Hah!!! Gak usah banyak omong!! Sana pergi!” terdengar suara kasar seorang lelaki dari dalam apartemennya. Sebuah tangisan menjawabnya. Tangisan seorang wanita. Tangisannya keras memilukan. Bahkan dengan mendengarnya saja orang-orang akan dapat merasakan sakit hatinya.
“Sudah jangan nangis!!” lelaki itu berteriak lagi. “Sana pergi dan jangan kembali lagi!!”
Lelaki itu mendorongnya ke luar hingga wanita itu terjatuh. Masih menangis. Tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ya, wanita itu Renna dan yang mengusirnya tadi Terrant. Jangan heran. Tapi, itulah yang terjadi. Betapa pengaruh dunia ini sangat mengerikan. Merusak hubungan dua sejoli yang bahagia.
Shock tampaknya, Renna berjalan dengan gontai ke luar gedung apartemen itu. Pulang ke rumahnya. Perubahan yang drastic memang. Tak ada yang menyangka akan begini jadinya. Tak ada. Tidak Renna. Tidak juga Terrant.
Tadi pagi,…
“Beyb, aku nanti siang ke apartemen kamu, yah? Pasti apartemen kamu udah berantakan deh. Ntar aku beresin yah??”
“Boleh, kok sayang. Kamu ada kunci serepnya kan?? Aku kerja pulang malem nih hari ini. Jadi nanti kamu langsung masuk aja ya? Selesai beres-beres, kamu tunggu aku pulang dulu yah? Ntar aku yang nganterin kamu pulang. Awas! Jangan langsung pulang. Pokoknya tunggu aku!”
“Iya, iya,…Kamu ini bener-bener deh! Ya, udah dulu ya sayang. Aku juga mau berangkat kerja nih. Da-daa!!”
“Da-daa…Mwu….ach!”
Siang hari pun datang dan Renna yang sudah pulang kerja langsung menuju apartemen Terrant. Setelah masuk ia langsung beres-beres. Mulai dari ruang tamu, lalu ke dapur.
“Berantakan banget sih cowokku ini! Hm,..ntar kalo nikah bakalan susah nih gue…” gumam Renna saat sedang membersihkan peralatan masak Terrant yang berhamburan ke sana kemari. Setelah itu, ia membuka kulkas dan tampaknya harus siap dengan apa yang dilihatnya. Banyak sekali makanan kadaluarsa di situ. Ugh, baunya minta ampun, pikir Renna. Dengan telaten ia membersihkan kulkas kekasihnya itu.
Setelah semua ruangan luar beres, ia menoleh kearah jam dinding. Jam 6 sore, berarti Terrant pulang masih lama. Masih ada waktu untuk beres-beres sedikit lagi. Lebih baik aku beres-beres kamar Terrant saja, pikir Renna.
Saat Terrant pulang,..
“Apa ini??” Tanya Renna marah sambil mengacungkan benda plastik kecil di tangannya kearah Terrant. Benda maksiat itu mengacung tajam ke arah Terrant.
Terrant tersudut. Tak bisa berpikir jernih. Tak tahu apa yang harus dia katakan pada Renna dan tiba-tiba kata-kata itu terlontar begitu saja keluar dari mulutnya.
“Kamu beresin kamarku, ya?? Berani-beraninya!! Siapa yang suruh kamu bereskan kamarku? Itu ya itu! Gak usah dijelasin lagi kan?? Kamu kan pintar!! Kamu bisa tau kan apa itu?? Hah??Gak tau, yah? Aduuh, kasian banget, sih kamu! Itu bungkus KONDOM! Kondom!! Masih gak tau juga apa itu kondom? Hah?”
“Ta..tapi…” Renna tampak sangat terkejut dengan pengakuan pacarnya, terlebih lagi dengan bahasa kasar yang digunakannya. “Kenapa begini? Apa yang kau lakukan dengan kondom itu??”
“Ihh, aku gak nyangka ternyata kamu bodoh!” jawab Terrant tanpa dipikirkannya lagi. Dalam hati ia berteriak, ‘Stop!Stop! Jangan lanjutkan!’
“Aku ngeseks bego!! Sama cewek-cewekku yang lain!”
‘Stop! Jangan katakan hal itu padanya!’ teriak Terrant dalam hati dengan ketidakberdayaannya.
Renna terlihat shock! Masih berusaha mencerna kata-kata Terrant barusan.
“Ka…kamu selingkuh…” ujar Renna lirih, lebih kepada dirinya sendiri.
“Iya, aku selingkuh!” jawab Terrant angkuh. Bukan jawaban yang sama dengan nuraninya.‘Gak! Aku gak selingkuh! Rennaku! Sayangku! Aku gak selingkuh!’ hati kecil Terrant masih berusaha berteriak. Menyangkal. Atau hanya mengatakan kebenaran.
“Kamu selingkuh!! Kamu selingkuh!!” teriak Renna tak sadar. Lalu, PLAKKK! Bukan tangan Renna tapi tangan Terrant melayang, mendarat di pipi Renna dalam usaha nuraninya menyangkal mulutnya berbicara. Selanjutnya kita semua tahu.

His and Her Circumstances


Chapter VI: He Changes She Realized (Her Circumstances)

Saat Renna baru naik tingkat 4…
“Renna? Mana Terrantnya?” sapa orang yang tak dikenalnya sambil lalu.
“Eh, Renna? Gimana nih? Ayangnya udah kerja yah?” sindir yang lain.
Ada juga yang menyapa ramah,
“Pagi Renna. Gimana kabar Terrant?”
“Hai, Renna! Yang langgeng yah,..meski si cayang udah kerja…”

Dengan semua sapaan itu Renna hanya tersenyum saja. Pada awalnya belum ada yang berubah. Terrant masih sering menjemputnya dan memamerkan kemesraan. Tapi sampai bulan keenam nyata sekali bahwa semua perhatian itu benar-benar berkurang drastis. Bahkan orang-orang pun menyadari dan mulai memberikan banyak komentar. Mulai dari yang senang pujaan hatinya bakal jadi jomblo lagi, ada yang sedih melihat kemesraan dua sejoli yang berakhir.
“Eh, kalian udah denger belom, Renna kan berantem ama Terrant!” ini jelas bohong. Tapi, reaksinya,
“Wah! Mereka bentar lagi putus gak yah? Aku udah lama banget nungguin Terrant…” penggemar Terrant tampaknya.
“Aih, aih, kayaknya si primadona mesti siap-siap dengan kedatengan Gue nih!” yang ini tampaknya penggemar Renna.
“Aduuuh, jangan putus dong! Padahal mereka cocok banget kan?” yang ini tampaknya penggemar keduanya yang diikuti dengan anggukan teman-temannya.
Gadis yang menjadi salah satu dari dua tokoh utama hanya bisa menyembunyikan kepedihannya dalam-dalam. Tak boleh ada yang tahu ia sedang bersedih. Tak boleh ada yang tahu. Ia harus tersenyum. Selalu tersenyum. ‘Lagipula kami tidak berantem kok!’ pikirnya sambil terus meyakinkan dirinya tak ada sesuatu dengan perubahan Terrant. Tak ada yang bisa ia lakukan selain percaya bahwa Terrant masih sayang padanya. Ia ingin sekali percaya.

His and Her Circumstances


Chapter V: The Breezeway between You and Me (His and Her Circumstances)

Satu tahun berlalu sejak hari lamaran. Hingga sekarang mereka berdua masih bersama. Namun hubungan mereka bagai sebuah hubungan tak berimbang.
Entah apa yang terjadi, Terrant mulai kehilangan rasa menggebu-gebunya terhadap Renna. Entah karena tak cinta lagi, atau karena jenuh. Yang jelas ia telah terpengaruh oleh pergaulan dari teman sekantornya yang menganggap sebuah hubungan adalah hal yang ringan-ringan saja. Tak lagi terlalu memberi perhatian kepada Renna. Tak lagi memberikan gadisnya kehangatan yang diperlukannya.
Mereka berubah, jelas, dalam waktu 1 tahun ini. Perubahan yang terbalik tampaknya. Perasaan Terrant mulai mendingin. Tidak lagi seperti dulu. Dulu,...ketika baru mulai pacaran, betapa semua wanita merasa iri pada Renna karena perhatian yang begitu besar dari Terrant.
Mana bisa tak iri, bila setiap hari Renna mendapat dua tangkai mawar putih dan merah. Lalu setiap minggu Terrant akan berteriak di atap kampus memberitahukan kepada seluruh isi kampusnya sudah berapa minggu mereka lewati bersama. Dan setiap bulan ia akan mengadakan pesta dansa di rumahnya dengan mengundang seluruh anak-anak kampusnya untuk memberitahukan sudah berapa bulan mereka bersama. Memang Terrant itu anak orang kaya.
Renna dan Terrant jadian saat Renna masih tingkat 3 dan Terrant di tingkat 4. Terrant itu satu tahun di atas Renna. Jadi, setelah Terrant lulus Renna masih tingkat 4 dan sejak Terrant mulai kerja perhatian itu berkurang.
Renna masih ingat dengan jelas betapa perih hatinya ketika perhatian itu berkurang. Saat ia baru naik tingkat 4...

His And Her Circumstances


Chapter IV: What Must I Do Now? (His Circumstances)

“Ohh, jadi kalo mereka bebek berarti aku juga dong?” terdengar suara lembut mesra dari seberang.
“Emang iya. Hahaha.” Tawa lelaki itu yang menambahkan, dengan lirih, “Tapi, kau bebekku yang jelita.” Lirih sekali dikatakannya hingga sang gadis tak mendengarnya.
“Apa? Terrant? Kau bilang sesuatu tadi?” sang gadis tampaknya bukannya tak mendengar sama sekali. Konfirmasinya tampak begitu tegas hingga Terrant mulai terdengar gugup.
“Tidak ada apa-apa...Sungguh! Hei, bagaimana kalau kau segera tidur. Ini sudah larut sekali.” Elak Terrant. Menghindar dari percakapan yang lebih jauh lagi, sebelum debar jantungnya terdengar lebih keras dari suaranya.
Cklek! Gagang telepon itu pun diletakkannya kembali.
Setelah mengakhiri pembicaraan mereka Terrant menghempaskan dirinya ke tempat tidurnya yang empuk. Berpikir. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia sudah hampir 1 tahun meladeni Renna sebagai teman saja, sejak mereka bertabrakan di koridor kampus. Ia bosan. Bosan menatap wajah cantik itu tanpa bisa memilikinya.
‘Apa yang harus aku lakukan?’ Pikirnya.
Hanya dua malam setelah itu, di sinilah ia. Di restoran Itali yang mahal bersiap untuk melakukan hal paling mendebarkan dalam hidupnya. Hal yang bahkan tidak dilakukannya ketika ia menembak Allena. Tapi, ia lakukan sekarang. Untuk perempuan yang duduk di hadapannya. Renna.
Ia melakukan apa yang perlu untuk mengatakan apa yang perlu dikatakan laki-laki saat melamar seorang gadis. Mengambil nafas dalam-dalam dan menenangkan hatinya sendiri. Dengan sigap ia mengambil setangkai bunga yang telah disiapkannya dan mengancungkannya di tengah-tengah dirinya dan calon gadisnya.
“Renna....Kamu mau jadi pacarku? Kamu mau jadi pendampingku? Pendampingku sampai selama-lamanya, maukah?”

His And Her Circumstances


Chapter III: ‘How Do We Met?’ He Said (His and Her Circumstances)

Tiga tahun berlalu sejak saat pertemuan singkat itu terjadi. Mereka masih belum saling mengenal. Bertemu lagipun tidak. Keduanya berubah, pastinya. Renna apalagi. Bukan lagi Miss jahil. Dia sudah jadi mahasiswi tingkat 2. Primadona kampus,...begitulah mereka menyebutnya.
Terrant,...bintang sepakbola di kampus yang sama. Tak begitu berbeda. Sebab, dari sejak masih SMA, ia sudah digemari banyak gadis. Bedanya kini, ia telah memiliki gadisnya. Ketua Tim Cheers, Allena Rolland. Tak ada tanda mereka akan berpisah memang. Tak ada tanda pula Terrant akan mengenal Renna dalam waktu dekat.
Namun keadaan yang seperti itu tak berlangsung lama seperti dugaan banyak orang sebab, Pemegang Hidup mereka mulai menjalankan rencanaNya. Dengan tangan Nya yang telah biasa melakukan pekerjaan besar, ia menjalankan rencananya dengan sangat halus.
“Hei, sudah dengar belum, Allena sama Terrant udah putus lho!”
“Hah?! Serius??”
“Beneran??”
“Gilaaa!! Akhirnya Terrant jomblo lagi.”
Gosip langsung menyebar, sampai ke telinga primadona kita dan teman-temannya.
“Ihh, apaan sih tu cewek-cewek. Bener- bener kayak bebek. Kagak bisa diem.” Kata seorang dari teman Renna yang bernama Nana.
“Tau! Gak bisa liat cowok cakep yang jomblo dikit aja! Pasti langsung keluar aslinya.” Kata teman Renna lagi yang bernama Ria.
Renna hanya tersenyum saja. Benar- benar sudah berubah. Bukan Renna yang dulu jahil. “Aku mau balikin buku ke perpus dulu yah?” katanya lalu beranjak dari tempat duduknya.
Sambil bersenandung ria ia berjalan, tanpa memperhatikan dari arah depan datang sesosok lelaki dilemanya dan...BRAAKK!! “Maaf, maaf, aku gak sengaja...”
“Gak pa-pa. O, ya, namaku Terrant. Kamu?”